Selamat malam para @steemit wan dan wati (steemian)..
Berikut ini adalah tulisan saya tentang polemik zakat ASN yang sedang update dalam beberapa bulan terakhir. Semoga bisa menjadi bacaan dan koreksi terhadap Negara dan saya berharap masukan dan sumbang pikiran dari para steemian semua..
ZAKAT
Menurut defenisinya, Zakat adalah sejumlah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim untuk diberikan kepada golongan yang berhak menerima dan tatacara serta ketentuannya mengeluarkan dan menyalurkannya telah ditetapkan oleh syariah. Bagi orang Islam zakat masuk dalam rukun Islam dan menjadi salah satu unsur yang paling penting dalam menegakkan syariat Islam. Oleh karena itu hukum zakat adalah wajib bagi setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat juga merupakan bentuk ibadah dan telah diatur dengan rinci berdasarkan Al-quran dan Sunah. di dalam al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60 telah dijelaskan bahwa para penerima zakat yang terdiri dari 8 golongan yaitu Fakir, Miskin, Mu'allaf, Amil, Hamba Sahaya, Gharimin, Fisabilillah dan Ibnus Sabil. Mengingat pentingnya pengelolaan dan hukum zakat ini, Pemerintah Indonesia kemudian membuat aturan zakat sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
Meskipun kemudian dalam Undang-Undang zakat tersebut telah dicantumkan kewajiban kepada setiap orang yang beragama Islam, namun tentang aturan secara teknisnya diserahkan kepada badan pengelola zakat yang resmi dan ditunjuk oleh Pemerintah. Terkait hal tersebut, maka wacana terakhir yang sedang hangat adalah wacana tentang pemotongan zakat untuk kalangan ASN muslim, pada dasarnya ini bukanlah barang baru dan sepertinya telah banyak daerah-daerah yang melaksanakan ketentuan Undang-Undang tentang Pengelolaaan Zakat tersebut bahkan Pemerintah Aceh sudah secara efektif menjalankan pengelolaan zakat melalui Qanun Nomor 10 Tahun 2007 tentang Baitul Mal Aceh dan Qanun Nomor 7 tahun 2004 Tentang Pengelolaan Zakat.
Baik dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 yang secara nasional menjadi regulasi zakat dan Qanun Nomor 10 Tahun 2007 tentang Baitul Mal Aceh dan Qanun Nomor 7 tahun 2004 Tentang Pengelolaan Zakat yang secara khusus berlaku di Aceh, pada dasarnya regulasi-regulasi tersebut bersifat wajib dan ada penunjukan lembaga seperti Bazis dan Baitul Mal. Polemik kemudian muncul ketika Pemerintah mencampuri regulasi tersebut dengan wacana penarikan zakat dari PNS dan dikelola oleh pemerintah untuk kepentingan-kepentingan yang tidak tercover di dalam Undang-Undang yang sudah ada. Bahkan parahnya lagi, terdapat kecendrungan pemaksaan kehendak dari penguasa yang sedang bingung mencari dana karena terlilit hutang besar. Hal yang sama pernah terjadi ketika wacana penggunaan dana haji yang hendak dipakai untuk kebutuhan pembangunan infrastruktur. Meskipun pemerintah berhak membuat aturan-aturan akan tetapi kemudian yang terjadi wacana tersebut cenderung dipaksakan meskipun aturan-aturan yang ada direncanakan untuk di tabrak. Terlebih Pemerintah saat ini sepertinya terlalu lebay berwacana tanpa proses pembahasan yang rinci. Wacana penarikan zakat ASN masih terdapat perbedaan pendapat bahkan dalam beberapa media online antara Presiden dan Wakil Presiden masih belum sepaham, penolakan-penolakan juga muncul dalam skala nasional karena kecendrungan wacana tersebut. Ibarat orang tenggelam, maka jeramipun digapainya agar tidak tenggelam meski dia tahu bahwa jerami tidak mampu untuk menahan tubuhya.
Sebagai warga Negara yang berhak berpendapat, bahwa wacana pemotongan gaji ASN untuk zakat adalah ide baik, namun mengingat bahwa ketika ASN merelakan gajinya di potong untuk Zakat, maka seketika itu juga status ASN tersebut telah menjadi Muzakki. Aturan yang ada selama ini mengatur antara pihak ketiga berupa badan zakat yang ditunjuk pemerintah dengan muzakki. Kehadiran pemerintah melalui lembaga Negara semisal kementrian keuangan dan kementrian agama, justru seolah mengangkangi aturan yang telah ada karena landasan kehadiran itu tidak ada.
Begitulah, negeri ini terkadang terlalu sibuk dengan topeng atau casing (AA Gymnastiar), wacana dan alamat palsu dan terkadang lupa dengan esensi serta hal urgensi lainnya yang mesti terlebih dahulu diselesaikan. Persoalan zakat semestinya hanyalah persoalan ibadah, meskipun dapat dibenarkan ada unsur penguatan terhadap pengelolaan zakat agar efektif, namun tidak seharusnya dilakukan pemaksaan untuk membayar.
Suka tidak suka, baik zakat maupun dana haji adalah lahan empuk yang bisa dijadikan sasaran oleh siapa saja, termasuk pemerintah. Hal ini terus mengemuka dalam beberapa waktu terakhir. Dana haji dan Zakat bisa menjadi pemasukan kas Negara ratusan triliun. Hitungan matematika ala untung rugi ini membuka mata-mata haus uang untuk masuk dan mencoba mengambil manfaat. Untuk itulah, MUI dan Kemenag harusnya memperkuat regulasi zakat dan kepada pemerintah daerah agar sesegera mungkin merampungkan aturan zakat yang efektif.