Esensi Pertemanan yang Sejati

in hive-103393 •  11 days ago 

IMG_1155.jpeg

Di masa SMP, aku hanya punya dua orang kawan dekat. Tidak usah ditanya, untuk sekadar membentuk tim futsal pun personilnya tak akan cukup.

Sejak dulu, aku memang bukan tipikal orang yang mudah dekat dan menjalin hubungan personal dengan orang lain. Apalagi sebagian masa awal remaja kuhabiskan di salah satu sekolah favorit di kota. Banyak teman seangkatanku notabene-nya anak gaul, bahkan beberapa dari mereka punya puluhan ribu pengikut di akun sosial medianya hingga sekarang.

Bisa dibayangkan, aku yang nerd sejak lahir harus masuk ke lingkungan semaacam itu. Sudah pasti keok duluan. Sementara teman-teman lain sibuk mempercantik feed Instagram atau memperbanyak followers, aku malah sibuk mencari tahu di mana letak mata kaki seribu. Nerd? Banget.

Nah, ada satu orang di kelasku yang juga tidak kalah nerd. Kami berdua ibarat dua misionaris yang terjebak di sarang penyamun. Kami tidak tertarik pada urusan remaja lain yang kala itu sibuk bergaya hedon, pacaran, atau apalah itu. Berdasarkan kesamaan itu, kami akhirnya cocok dan berteman sampai sekarang.

Terakhir kali aku menemuinya empat tahun lalu saat kami sama-sama masih duduk di bangku SMA. Kali ini, aku menemuinya lagi. Dan tahu apa? Dia masih sama seperti kutemui terakhir kali. Dengan riasan seadanya dan wajah alami yang tak dipoles berlebihan, dia tetap cantik jadi dirinya sendiri.

Kami bertemu di sebuah warung kopi dan berbincang banyak hal. Tidak ada kecanggungan sedikit pun jua. Justru makin banyak hal yang jadi bahan pembicaraan. Si A yang sudah menikah, si B yang lanjut pendidikan di luar negeri, atau si C yang sudah jadi trans alias kaum belok. Semua kami kupas dalam pertemuan yang hanya berlangsung beberapa jam itu.

Kadang, pertemanan yang sehat bukan melulu tentang yang paling sering ketemu dan mengobrol. Justru hubungan yang sehat adalah yang mampu membuat kita jadi diri sendiri dan tidak perlu repot-repot cosplay jadi orang lain.

Betapa sering kita terjebak dalam lingkaran pertemanan yang memaksa kita untuk tampil sempurna, mengikuti standar yang dibuat oleh masyarakat. Di tengah gemerlapnya dunia media sosial, kita kerap lupa bahwa esensi dari pertemanan adalah menerima satu sama lain dengan apa adanya.

Aku ingat betul di SMP dulu, segerombol teman-teman gaul selalu update dengan tren terbaru. Dari fashion hingga gadget, mereka selalu ada di garda terdepan. Sedangkan kami? Cabut dan bersembunyi di sudut perpustakaan sudah menjadi kebandelan ultimate kala itu. Saat yang lain sibuk mencari eksistensi di dunia maya, kami menemukan kedamaian dalam lembaran buku-buku tebal. Tepatnya kami menjadikan buku-buku itu sebagai bantal tidur.

Teman nerd-ku adalah satu-satunya yang mengerti betapa buku-buku itu adalah pelarian kami dari realita yang tak selalu ramah. Kami tidak butuh ribuan pengikut atau like untuk merasa berarti. Keberadaan kami satu sama lain sudah cukup.

Setelah berpisah di SMA, kami tetap berhubungan melalui pesan singkat sesekali. Hingga akhirnya kami bertemu lagi setelah empat tahun. Warung kopi menjadi saksi bisu perbincangan panjang kami tentang banyak hal. Tentang mimpi-mimpi yang pernah kami rajut, realita yang seringkali tidak sesuai dengan harapan, dan tentang bagaimana kami berusaha tetap menjadi diri sendiri di tengah derasnya pengaruh dunia maya.

Juwi, panggilan akrab yang kerap kusematkan untuknya, dengan gayanya yang sederhana, tetap menjadi sosok yang kukenal. Tidak ada topeng, tidak ada kepura-puraan. Dia menceritakan kehidupannya dengan jujur, tanpa berusaha mengesankan siapapun di antara kami termasuk dirinya sendiri. Aku pun demikian halnya.

Hubungan pertemanan ini bukan tentang seberapa intens pertemuan kami atau berapa banyak swafoto yang kami unggah bersama. Tertawa, bernostalgia, dan saling menguatkan. Tidak ada yang berubah, kecuali waktu yang terus bergulir.

Dalam era disrupsi besar-besaran seperti yang sedang kita lewati saat ini, Semua hal menjadi serba cepat, serba instan. Ironisnya kita sering kali jadi lupa caranya merawat hubungan yang sesungguhnya. Kita terjebak dalam ilusi kesempurnaan yang diciptakan oleh media sosial. Kita lupa bahwa di balik layar kaca itu, ada kehidupan nyata yang butuh sentuhan humanis dan kehadiran sejati seorang manusia.

Jadi, kepada anda yang merasa tertekan dengan standar sosial yang ada, ingatlah bahwa kebahagiaan tidak diukur dari seberapa banyak like atau followers yang anda miliki. Kebahagiaan sejati datang dari menerima diri sendiri dan dikelilingi oleh orang-orang yang menerima anda apa adanya.

Atau untuk anda yang masih mencari jati diri dan berusaha menjadi sempurna di mata orang lain, berhentilah sejenak. Lihatlah sekeliling anda, mungkin ada teman yang selama ini anda abaikan karena terlalu sibuk mengejar kesempurnaan. Hargailah mereka yang menerima anda apa adanya. Karena di tengah dunia yang penuh gimmick, menjadi diri sendiri adalah sebuah pencapaian yang—saya pribadi—sangat apresiasi.

Mari kita bangun budaya pertemanan yang sehat, yang didasari oleh rasa saling mengerti dan menghargai. Mari kita menjadi teman yang baik, bukan hanya di dunia maya yang fana, tapi juga di dunia nyata. Karena pada akhirnya, yang kita butuhkan adalah teman sejati yang bisa kita ajak berbagi suka dan duka, tanpa perlu berpura-pura.


haram untuk dicuri.png

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Wow wish I could but I will be honest why too much for me to be here reading.

Upvoted. Thank You for sending some of your rewards to @null. It will make Steem stronger.

Memang sangat langka di abad ini ada remaja yang menyukai perpustakaan dan menjadi buku sebagai bantal. Sukses dan bahagia selalu untuk anak muda yang tidak mengedepankan gaya alias apa adanya. Andai ibu besar di masa kalian, maka ibu mungkin akan memilih kalian menjadi teman ibu juga ☺️💪

Persahabatan yang luar biasa. Jaman sekarang Jarang ditemui remaja seperti ini. Sederhana, tidak banyak gaya tapi tetap oke punya👍🏻

Thank you very much for publishing your post in Steem SEA Community. We encourage you to keep posting your quality content and support each other in the community

DescriptionInformation
Verified User
Plagiarism Free
#steemexclusive
Bot Free
BeneficiaryNo
burnsteem25
Status ClubClub5050
AI Article✅ Original (Human text!)
I invite you to support @pennsif.witness to grow across the whole platform through robust communication at all levels and targeted high-yield developments with the resources available.

Click Here