Saya, Anda, kita semua mengimani kalau larut dalam kesedihan tidak akan mampu menyelesaikan masalah apapun, apalagi menciptakan sejumlah ide baru untuk kehidupan yang lebih baik. Iya, kita sedih karena ditinggalkan oleh yang kita cintai. Kita merasa kehilangan. Tapi, itu bukan solusi untuk kehidupan yang lebih baik kedepan, walaupun ia menjadi bukti kalau kita mencatai sosok yang telah pergi. Ini adalak konsep kehidupan. Terserah siapun yang hilang itu asalkan dia adalah orang yang kita cintai.
Malam ini kami membicarakan itu dengan sosok murid politik dari Tu Sop yang telah memilih Tu Sop sebagai guru dalam setiap langkah perpolitikannya.
koleksi pribadi foto Ayah Sop
Pagi hari, saya mendapatkan pesan dari guru saya. Tgk Salamuddin namanya. Beliau mengajak saya nanti malam untuk ngopi bersama di D'espresso Coffee.
Kegiatan siang harinya berjalan sebagaimana biasanya dalam beberapa hari terakhir. Saya tidak perlu cerita panjang lebih. Intinya hanya seputar belajar mengajar di pesantren.
Setelah asar saya memikirkan apa yang dibicarakan dalam pertemuan nanti malam dengan guru-guru besar Dayah MUDI. Pasalnya, Tgk Salamuddin memberitahu bahwa nanti malam kita akan duduk bersama tgk H. Muhammad Iqbal jalil, tgk Mahlizar, dan yang paling top adalah dengan Abina; putra Abu MUDI.
Menjelang magrib hingga beberapa saat setelahnya, saya mencoba menulis satu artikel baru tentang kepergian Tu Sop. Saya coba berandai-andai dalam lewat pahatan kata yang saya sajikan.
Akui atau tidak "Jangan Patah Semangat" adalah pesan sulit Tu Sop untuk diwujudkan sejak beliau dinyatakan pindah alam. Betapa tidak? Sosok yang telah siap posisi di ujung tombak perbaikan umat telah tiada.
Tu Sop tutup usia pada umur yang relatif singkat jika menghitung jumlah perberiannya untuk umat. 60 Tahun, usia yang tidak terlalu jarak untuk diharapkan lebih banyak lagi yang beliau beri, disamping semangat serta keiklasannya yang tak pernah redup. Dalam momen ratusan ribu pencintanya semangat mengikuti komando perbaikan, tapi Allah telah menjatahkan usianya tutup.
"Tuhan...bukankah ini mimpi?"
Ucap saya dalam hati (mungkin kita sama) saat Tu Sop diturunkan ke tempat peristirahatan terakhir. Dan seterusnya...
Demikian kira-kira artikel yang ingin saya hamburkan lewat medsos pribadi saya.
Jam 22:00, sabagaimana yang telah saya sepakati dengan tgk Salamuddin, saya menujuk ke D'espresso. Tiba di sana, beberapa guru besar telah siap di meja yang telah disepakati sebelumnya.
momen saat rapat dengan guru-guru besar dayah MUDI (foto via whatsApp oleh asisten Abina)
Banyak hal yang disampaikan oleh Abina. Yang pasti tidak lepas dari imbas dari kepergian Tu Sop. Beliau mengingatkan agar medsos yang kami miliki untuk dimanfaatkan sebaik mungkin untuk menulis sebanyak mungkin tentang kepribadian Tu Sop, apalagi tentang jejak tekam Tu Sop dalam perbaikan politik Aceh.
Plagiarism Free / AI Article Free
Appeal to community members:
Verified by @𝘩𝘦𝘳𝘪𝘢𝘥𝘪
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit